Rabu, 11 Mei 2011

Refleksi Live in



Refleksi Live In

Selama Live In saya tinggal bersama sebuah keluarga yang sederhana yang suaminya sudah meninggal. Di keluarga tersebut hanya tinggal ibu Ngatini bersama dengan anak terakhirnya yang bernama Slamet dan ibunya yang bernama simbah Jumirah. Keluarga ini tinggal di kedungwangan. Dalam keluarga itu hanya simbah Jumirah yang beragama katolik. Ibu Ngatini dan Slamet beragama Muslim. Selama beberapa hari disana saya merasakan betapa sulitnya keluarga ibu Ngatini untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Setiap hari beliau harus berjualan nangka dipasar yang masih kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Apabila sedang musim harga nagka Rp 5000,-/kg. Sedangkan pada saat tidak musim, harganya Rp 25.000,- /kg. pekerjaan sambilan lain adalah bersawah, setiap satu minggu sekali. Sedangkan Slamet bekerja di Ungaran dan pulang 1 minggu sekali.
Pada awal keberangkatan saya menuju desa kedungwangan, perasaan takut, cemas, kawatir, penasaran dan senang semua campur aduk jadi satu. Sesampainya di desa saya melihat keadaan desa sungguh asri, dan warganya sangat ramah. Tiba waktunya semua menuju rumah Live in masing-masing. Lega, tapi kawatir dan canggung muncul saat saya menginjakkan kaki pertama kali dirumah ibu Ngatini. Sampai disana saya mencoba mengikuti kegiatan harian dari keluarga tersebut. Akhirnya saya memberanikan diri bertanya letak dari kamar mandi, dan seperti yang saya takutkan ternyata tidak ada kamar mandi di rumah itu. Ibu Ngatini lalu menyuruh saya mandi di rumah saudaranya yang tidak jauh dari rumah beliau, yang tidak lain adalah rumah dari keluarga yang ditempati oleh Gemong. Namun semua itu akhirnya menyadarkan saya untuk lebih bersyukur. Didalam kehidupan saya tidak hanya selalu melihat orang-orang diatas saya, tetapi juga orang-orang dibawah saya.
Malampun tiba, waktunya saya tidur. Malam pertama saya belum bisa tidur karena mungkin belum terbiasa dengan situasi dan kondisi yang ada. Pagi hari saya bangun pukul 4.00. Namun ternyata belum ada anggota keluarga yang bangun, saya merasa sakit diseluruh badan. Namun saya bersyukur saya masih bisa tidur disebuah kasur, daripada harus tidur dipinggir jalan. Hari kedua saya lalui dengan penuh semangat, dan berharap semoga hari ini ada kegiatan yang tidak membuat saya bosan. Tapi ternyata saat saya ingin ikut ibu ke pasar, saya dilarang oleh beliau karena letak pasar yang jauh dan harus menggunakan sepeda motor, dan hanya ada satu sepeda motor milik putra ibu Ngatini. Akhirnya saya membantu simbah memasak didapur dan saya mendapatkan pengalaman baru yaitu memasak dengan tungku. Walaupun menghidupkan tungku saja saya tidak bisa, namun disitu saya akhirnya dapat lebih akrab dengan simbah sambil belajar menghidupkan api di tungku.
Malam hari hujan lebat, rumah ibu Ngatini bocor dan kami harus memasak untuk makan malam. Walaupun saya merasa sedikit tidak nyaman karena bocor dan lantai tanah yang menjadi becek. Namun disitu saya menyadari bahwa begitu beruntungnya saya, walaupun rumah saya sederhana, namun yang penting tidak bocor dan nyaman ditempati. Setelah makan malam dan mengobrol. Pukul 9.30 saya tidur, saya masuk kamar dan ternyata kamar saya juga bocor. Malam itu saya tidak bisa tidur lagi karena badan saya terkena air hujan yang sangat dingin.
Hari ketiga di Kedungwangan saya lalui dengan berbagai pngalaman dan pelajaran baru. Walaupun ibu tidak ke sawah minggu ini, saya dan teman-teman pergi kesawah. Ternyata jalan menuju sawah sangat licin dan menanjak. Setelah melalui jalan yang berat saya dan teman-teman sampai di sawa. Sawah terletak diatas desa. Jadi pemandangan dari sawah sangat indah. Rasanya semua rasa lelah, terbayar dengan pemandangan yang ada. Sayangnya diantara kelompok kami tidak ada yang membawa kamera, jadi momen ini tidak bisa diabadikan. Setelah puas berkeliling, kami memutuskan untuk pulang. Namun dijalan kami melihat ibu-ibu sedang menanam padi. Perasaan penasaran campur pengen mencoba membuat kami memmberanikan diri meminta ijin untuk belajar menanam padi. Setelah puas mencoba kami pulang dengan kaki berlumpur, dijalan saya hampir jatuh karena kaki dan jalan yang licin. Namun sungguh, ini adalah suatu pengalaman yang tak akan pernah saya lupakan. Dijalan kami berhenti disungai untuk mencuci kaki, sandal dan baju. Pengalaman lain yang saya dapatkan, mencuci dan bermain air sampai basah di sungai, seru!!!!!!!!!
Dimalam terakhir ini, saya bisa tidur karena mungkin terlalu lelah dengan kegiatan seharian. Paginya saya mulai kegiatan saya seperti biasa. Setelah selesai membantu, saya mandi lalu membereskan semua bawaan saya. Dan jam 12 siang saya berkumpul di rumah keluarga Gemong. Menunggu hampir 4 jam di sana membuat saya dan teman-teman bosan. Namun dengan itu, saya akhirnya belajar untuk bersabar dalam menunggu sesuatu.
           

Rabu, 30 Maret 2011

Tipografi

Ciri huruf yang mudah dikenali: stroke, serif, dan stress
Tipografi merupakan suatu ilmu dalam memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin.
Dikenal pula seni tipografi, yaitu karya atau desain yang menggunakan pengaturan huruf sebagai elemen utama. Dalam seni tipografi, pengertian huruf sebagai lambang bunyi bisa diabaikan.

Sejarah perkembangan tipografi dimulai dari penggunaan pictograph. Bentuk bahasa ini antara lain dipergunakan oleh bangsa Viking Norwegia dan Indian Sioux. Di Mesir berkembang jenis huruf Hieratia, yang terkenal dengan nama Hieroglif pada sekitar abad 1300 SM. Bentuk tipografi ini merupakan akar dari bentuk Demotia, yang mulai ditulis dengan menggunakan pena khusus.
Bentuk tipografi tersebut akhirnya berkembang sampai di Kreta, lalu menjalar ke Yunani dan akhirnya menyebar keseluruh Eropa.
Puncak perkembangan tipografi, terjadi kurang lebih pada abad 8 SM di Roma saat orang Romawi mulai membentuk kekuasaannya. Karena bangsa Romawi tidak memiliki sistem tulisan sendiri, mereka mempelajari sistem tulisan Etruska yang merupakan penduduk asli Italia serta menyempurnakannya sehingga terbentuk huruf-huruf Romawi.
Saat ini tipografi mengalami perkembangan dari fase penciptaan dengan tangan hingga mengalami komputerisasi. Fase komputerisasi membuat penggunaan tipografi menjadi lebih mudah dan dalam waktu yang lebih cepat dengan jenis pilihan huruf yang ratusan jumlahnya.

Secara garis besar huruf-huruf digolongkan menjadi:
  • Roman, pada awalnya adalah kumpulan huruf kapital seperti yang biasa ditemui di pilar dan prasasti Romawi, namun kemudian definisinya berkembang menjadi seluruh huruf yang mempunyai ciri tegak dan didominasi garis lurus kaku.
    • Serif, dengan ciri memiliki serif di ujungnya. Selain membantu keterbacaan, serif juga memudahkan saat huruf diukir ke batu.
      Contoh penggunaan huruf serif di nisan Johanna Christine, Museum Taman Prasasti
    • Egyptian, atau populer dengan sebutan slab serif. Cirinya adalah kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan adalah kokoh, kuat, kekar dan stabil.
      Salah satu contoh huruf slab serif di nisan Thomas de Souza, di pintu masuk Museum Taman Prasasti
    • Sans Serif, dengan ciri tanpa sirip/serif, dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien.
    • Script, merupakan goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya adalah sifast pribadi dan akrab.
    • Miscellaneous, merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.
Sejarah Tipografi Sejarah perkembangan tipografi dimulai dari penggunaan pictograph. Bentuk bahasa ini antara lain dipergunakan oleh bangsa Viking Norwegia dan Indian Sioux. Di Mesir berkembang jenis huruf Hieratia, yang terkenal dengan nama Hieroglif pada sekitar abad 1300 SM. Bentuk tipografi ini merupakan akar dari bentuk Demotia, yang mulai ditulis dengan menggunakan pena khusus. Bentuk tipografi tersebut akhirnya berkembang sampai di Kreta, lalu menjalar ke Yunani dan akhirnya menyebar keseluruh Eropa. Puncak perkembangan tipografi, terjadi kurang lebih pada abad 8 SM di Roma saat orang Romawi mulai membentuk kekuasaannya. Karena bangsa Romawi tidak memiliki sistem tulisan sendiri, mereka mempelajari sistem tulisan Etruska yang merupakan penduduk asli Italia serta menyempurnakannya sehingga terbentuk huruf-huruf Romawi. Saat ini tipografi mengalami perkembangan dari fase penciptaan dengan tangan hingga mengalami komputerisasi. Fase komputerisasi membuat penggunaan tipografi menjadi lebih mudah dan dalam waktu yang lebih cepat dengan jenis pilihan huruf yang ratusan jumlahnya.
Jenis huruf Secara garis besar huruf-huruf digolongkan menjadi: Roman, pada awalnya adalah kumpulan huruf kapital seperti yang biasa ditemui di pilar dan prasasti Romawi, namun kemudian definisinya berkembang menjadi seluruh huruf yang mempunyai ciri tegak dan didominasi garis lurus kaku. Serif, dengan ciri memiliki serif di ujungnya. Selain membantu keterbacaan, serif juga memudahkan saat huruf diukir ke batu.
Contoh penggunaan huruf serif di nisan Johanna Christine, Museum Taman PrasastiEgyptian, atau populer dengan sebutan slab serif. Cirinya adalah kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan adalah kokoh, kuat, kekar dan stabil.
Salah satu contoh huruf slab serif di nisan Thomas de Souza, di pintu masuk Museum Taman PrasastiSans Serif, dengan ciri tanpa sirip/serif, dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien. Script, merupakan goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya adalah sifast pribadi dan akrab. Miscellaneous, merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kamis, 17 Februari 2011

Sabtu, 05 Februari 2011

tugas TIK_google sketchup





tugas DG_penggunaan prinsip keseimbangan


Pada tugas kali ini saya menggunakan prinsip keseimbangan yang memuat tema tentang Remaja yang kreatif dan dinamis. desain memuat gambar-gambar tentang aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan oleh remaja yang kreatif dan dinamis,,,, di desain ditampilkan gambar remaja putri yang sedang menyanyi. olah raga yang diwakili oleh olah raga beladiri tae kwondo, basket dengan simbol bola basket, dan musik dengan simbol alat band,, namun selain itu tetap menjadi seorang remaja yang beriman dan beragama yang diwakili simbol salib.